Saturday, December 6, 2008

Mellow *mode On*

Desember. Bulan Desember, bulan akhir dalam penanggalan. Bulan Desember, saat tersibuk para pekerja menyusun report akhir tahun. Bulan Desember, menutup kisah di sepanjang tahun. Bulan Desember, bulan dimana cuaca umumnya enggan bersahabat. Bulan Desember, bulan yang biasanya adalah bulan kelahiran anak perempuan dengan nama Desi. Saya juga lahir di bulan ini, dan saya menyukai bulan Desember. Tetapi sayangnya nama saya bukan Desi.

Entah kenapa setiap Desember saya merasa ada sesuatu yang membuncah di dada. Perasaan yang entah bahagia atau rasa takut. Alasan yang sederhana, usia saya bertambah maka dituntut pula kedewasaan dalam diri saya. Sampai sekarang, saya hanya berusaha fleksibel dalam menjalani hidup. Ada kalanya menyikapi sesuatu dengan senyum dan tawa, tapi ada kalanya juga menyikapi dengan serius dan dewasa. Tergantung tingkat kompleksitas dan tuntutannya.

Tiga minggu lagi, hari itu akan tiba. Saat saya seharusnya me-review kembali sejauh mana pencapaian dalam hidup saya. Hal apa yang sudah saya lakukan. Sejauh ini, saya sudah berusaha untuk membuat kedua orang tua saya bahagia. Saya sudah menamatkan kuliah, saya sudah bekerja, saya sudah mulai menabung untuk melanjutkan kuliah, saya sedang mencari menantu terbaik mereka nanti, dan saya juga berharap hasil tabungan saya bisa membantu mereka untuk menunaikan ibadah haji di Tanah Suci. Amin. Apakah itu cukup? Tidak. Sepanjang nafas saya sebagai anak kedua orang tua saya, saya akan selalu berusaha dan berusaha untuk membahagiakan dan membuat mereka bangga. Karena hal yang tak sedikitpun terlintas dalam pikiran saya adalah membuat mereka terluka dan bersedih. Itu bentuk tanggung jawab sebagai seorang anak. Lalu tanggung jawab kepada diri sendiri?

Ada banyak hal yang ingin saya capai, yang membuncah - buncah di kepala saya. Yang ingin sekali saya realisasikan. Saya selalu berharap ingin membahagiakan orang2 di sekitar saya. Walaupun kenyataannya persepsi orang tentang kebahagiaan itu berbeda-beda. Apa yang saya lakukan bisa saja tidak membuat mereka bahagia. Ah, tak mengapa asal saya sudah berniat baik. Untuk sementara ini, rencana tentang masa depan sudah ada. Tinggal diniati saja. Rencana A, itu yang saya selalu bilang. Jika gagal, ganti ke rencana B. Lalu jika rencana B gagal juga? Mau tak mau harus menyiapkan rencana baru. Hidup itu melulu soal pilihan. Pasti ada jalan persimpangan yang harus kita pilih akan lewat mana, kadang jalan itu juga terjal dan berbatu. Apakah kita memutuskan akan melewatinya atau berbalik arah mencari jalan lain. Saya jadi teringat kata-kata Meredith di serial Grey's Anatomy :
"The thing about plans is they don't take into account the unexpected, so when we're thrown a curve ball, whether its in the O.R. or in life, we have to improvise. Of course, some of us are better at it than others. Some of us just have to move on to plan B, and make the best of it. And sometimes what we want is exactly what we need. But sometimes, sometimes what we need is a new plan."

Lebih dari semua itu, kita (tepatnya saya) harus punya suatu hal untuk dituju. Sesuatu hal untuk diniati. Sesuatu hal yang merupakan tujuan pencapaian akhir saya sebagai manusia. Sebagai seorang hamba. Bukan lagi semata dunia. Bahwa suatu saat saya akan kembali ke darimana saya berasal. Saya hanya punya dua pilihan pada saat menghadap Sang Khalik, sebagai hamba hina atau mulia. Anda ataupun saya, pastilah tahu pilihan mana yang akan kita pilih.

*sudah kehabisan kata2*



2 comments:

Anonymous said...

yang penting ditunggu makan-makan, karaoke, spa, dan pijetnya ya muunn...
*gak sabar nunggu tgl 24 nih*

Anonymous said...

nice thought ;)
hari ini ade ape lil? mumun ultah yaa...
waaa..hepi belated bday non!
makan makann... :-"